Buatku, hidup ini tidak lebih penting kecuali memberikan arti bagi kehidupan itu sendiri.saya tidak pernah merasa sudah hidup sebelum bisa menghidupi bagi banyak kehidupan. (Makna Hidup) Sementara kebendaan dan material adalah tempat munculnya kehidupan, dia bukanlah sumber kehidupan. Saya tidak akan pernah bisa hidup tanpa materi (tubuh), and so makan, minum, seks & semua aktifitas kehidupan lainnya. Tapi adanya "saya" menjadi hidup bukanlah untuk materi. (Sarana Hidup)

Saturday, September 16, 2006

Puncak Kesadaran Mistis Orang Manggarai
SETIDAKNYA di kawasan timur bagian selatan Manggarai (Pulau Flores, NTT) hingga kini masih menyisakan sebuah ritual kuno yang dianggap sangat sakral oleh para pendukungnya. Ritual itu lazim disebut kelas, yakni sebuah upacara bagi arwah keluarga yang telah meninggal.
Masyarakat umumnya masih beranggapan bahwa kelas dengan hewan kurban kerbau adalah suatu upacara wajib bagi arwah tetua (sesepuh). Dari catatan yang diperoleh, waktu pelaksanaannya memang tidak tentu. Sangat bergantung pada kesepakatan keluarga besar. Karena memakan biaya tidak kecil, waktu pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kemampuan ekonomis anak-cucu turunan langsungnya.
Apa hakikat dan tujuan kelas? Marsel Robot, dosen Sastra Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, menjelaskan, kelas (bahasa Manggarai) dapat dipadankan dengan kenduri dalam bahasa Indonesia. Upacara kelas termasuk salah satu seremoni tradisional di Manggarai.
"Di daerah ini upacara kelas termasuk seremoni paling meriah karena melibatkan banyak orang serta menyita harta dan waktu tidak sedikit. Upacara kelas khusus dilakukan untuk semua orang meninggal," ujar Marsel Robot.
MARSEL Robot menguraikan, puncak upacara kelas dengan hewan kurban kerbau ditandai dengan tola kaba-mirip doa kepada Wujud Tertinggi.
Di waktu lalu, kelas dengan hewan kurban kerbau hanya dilakukan oleh lingkungan keluarga terpandang. Itulah sebabnya upacara itu selalu diidentikkan dengan upacara arwah orang terpandang. Belakangan upacara serupa dapat dilakukan oleh siapa saja yang mampu.
Merujuk kajian penelitiannya, Marsel Robot yang juga dikenal sebagai penyair menjelaskan, upacara kelas sesungguhnya merupakan puncak kesadaran mistis orang Manggarai.
Kesadaran itu terutama dalam menata hubungan antara orang mati, Wujud Tertinggi, dan orang hidup. Jadi, yang terpenting dalam upacara kelas adalah ritual tola kaba. Doanya sangat khas, diucapkan dengan lantang, berirama, dan melankolis seirama tarikan napas. Kecuali itu, tola kaba sangat terikat dengan konteks-hanya disampaikan oleh orang tertentu serta di tempat dan waktu tertentu pula.
Tentang inti upacara kelas bernama tola kaba itu, warga Manggarai sebenarnya mengenalnya dengan sejumlah nama. Istilah tola kaba sendiri adalah sebutan khusus bagi warga kawasan timur bagian selatan Manggarai. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah tudak, renge kaba, atau rangang kaba.
Sebagai doa, tola kaba merupakan institusi mistis. Sebab, dalam tola kaba segenap anggota keluarga yang terlibat berusaha mengalami secara langsung sesuatu yang transenden.
Atau dengan kata lain, demikian Marsel Robot, tola kaba merupakan puncak pengalaman mistis serta adanya penghayatan spiritual yang intens, penuh penghayatan. Orientasi tola kaba adalah penciptaan suasana mistis yang membedakan situasi keseharian dengan situasi sakral. Pada saat bersamaan peserta ritual mengambil jarak dengan dirinya sendiri sehingga mereka menyerahkan diri secara polos kepada Wujud Tertinggi.
Marsel menyatakan memahami tujuan kelas dapat dilihat dalam diskursus yang khas. Pertama, dilihat dari perspektif orang mati, kelas dilakukan dalam ungkapan penuh simbolis yang dapat diartikan sebagai usaha menguduskan atau mensucikan arwah orang meninggal sampai layak menghadap Wujud Tertinggi.
Kedua, dari perspektif orang hidup, upacara kelas bermakna melunasi beban yang dapat menyebabkan petaka (kualat) bagi keluarga yang ditinggalkannya atau keturunannya. Dalam kepercayaan orang Manggarai bahwa bencana, seperti sakit, kurang berhasil dalam usaha, atau perilaku yang merusak lingkungan sosial, dimaknai sebagai naki (kualat) lantaran belum melakukan pensucian atau kelas terhadap arwah yang telah meninggal.
Masyarakat Manggarai cenderung berpikir simbolik, khusus terhadap Wujud Tertinggi serta hal-hal yang bersifat mistis. Menurut kajian Marsel Robot, penggalan doa adat dalam tola kaba juga menyiratkan harapan akan kehidupan lebih baik dan layak di dunia. (ANS)
(kompas, 27 Agustus 2004)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home